Buta dan Tuli, Aku



Adalah kamu lelaki yang terbungkam ambigu
Tanpa nyali meski hanya bertukar katakata  dengan bahasa seperti dulu

Tapi selalu fasih bertutur rindu di baitbait puisi tunggu di tepian pantai maros yang biru

Mungkin terdengar seperti nyanyian camar yang merindukan sarang
Atau seperti pasir yang menunggu debur menyudahi penantian

Ombak, buih dan angin tak mungkin sanggup terangkum jika jiwamu terbelenggu
Tak perlu padamkan keakuanmu pada rasa cemburu sebab waktu telah mengusir mimpi buruknya

Kini badai telah menelanjangi hatinya, mestinya kamu mendengar gaung rumah keong yang ditinggalkan tuannya hingga ia lelah mencari rumah lainnya

Aku masih buta dan tuli seperti dulu kamu menemukanku, ketika aku mulai nyaman menjadikan angin sebagai telinga dan getar menjadi mataku

Hening memang menakutkan buat sebagianmu, jika tak paham kehilangan
Maka jangan menyalahkan waktu juga keadaan, sebab kita hidup hanya untuk memijak hari ini.

Bagiku lelaki sejati tak perlu memahat namanya demi sebuah puja tapi menyemai benih kebaikan diamdiam bukan sekedar ucapan yang kadang seperti igauan singa kesiangan


@ Tirai

Comments

Post a Comment