mematuk
matuk bayangan kakinya sendiri yang patah patah disudut lekuk selimut,
kami begitu terpana gerangan apa membawa gagak dalam kamar?
Dengan gusar dan tertekan aku lontarkan tanya pada gagak hitam disudut pembaringan
'gagak,
apakah kau ini jelmaan maut yang lunas membayarku?, atau kau hanya
mahluk malang yang tersasar... aku tak punya cukup remah makanan untukku
berbagi denganmu'
Tapi gagak diam aja, ia menggeleng geleng, tak mendengar?
Disudutkan
pembaringan aku mencoba untuk diam dan menyuruh istriku juga bungkam,
cuma nafas dan geraian angin malam berseteru dengan degub jantung dan
nafas kita berdua.
Aku coba bertanya kembali pada gagak ini
'gagak! namamu ini siapa, jika bukan jelmaan maut atau tersasar apakah kau ini wajah dari wabah sampar?
Gagak melompat lompat kecil bertengger disalah satu lipatan selimut yang longgar, ia bicara.. aku dan istriku berdecak kagum.
'aku adalah gagak dan aku bukanlah maut atau sampar, dan aku tak salah alamat tuan!
aku adalah jawaban yang paling ditakuti umatmu.. umat manusia, dari semua pesta dan doa,
dari semua perkawinan dan persahabatan,
jauh dari segala marabahaya dan kematian
aku adalah jawaban!'
'aku
adalah kesendirian absolut, yang memberikan makna kebersamaan dan
kenangan, lihatlah berapa anak anak telah kutetaskan dengan puluhan
pasangan, berapa pucuk pinus kujadikan sarang, apakah kau lihat mereka
bersamaku atau setidaknya bekasnya ada padaku?'
Lalu
gagak terdiam dan beringsut kedepan kaca cermin rias istriku, ia
mematut matut wajahnya sebentar lalu menatap kami lagi, sembari bicara
dengan lirih dan teramat pedih
'aku adalah kesendirian, akhir dari sebuah perhelatan'
Disudutkan
pembaringan, istriku menyeka airmata dari sudut mataku, ia memeluk
tubuh ringkihku yang yang masih sibuk mematut wajah dan menghitung
kenangan
'sayang, aku temukan gagak dalam hatiku malam ini'
'begitupun aku begitu, satu gagak bertengger dari sejak lahirku, sayang'
dan diam menjawab semua pertanyaan.
HariDjogja
BekasiTimur
Comments
Post a Comment